Meugang atau makmeugang sudah mendarah daging bagi masyarakat Aceh. Sebuah riwayat menyebutkan, tradisi makan daging ini diperkenalkan pada masa Kesultanan Aceh Darussalam. Meugang dirayakan dua hari menjelang masuknya bulan suci Ramadan. Belakangan ini, meugang juga diperingati di akhir Ramadan atau menjelang Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Makmeugang berasal dari kata “makmu” dan “gang”. Makmu berarti sejahtera atau ramai dan gang artinya pasar. Jadi, makmeugang adalah kata lain “ramai sekali pasar (pada hari itu)”.
Tradisi ini terus dipelihara hingga seksrang ini. Masyarakat Aceh merayakan tradisi makan-makan daging selama tiga kali dalam setahun. Makanya, jangan heran jika pada hari meugang, di jalan-jalan, pasar, pojokan pasar, akan hadir penjual daging musiman. Dan, orang-orang tetap menyerbunya dengan antusias meski harganya tinggi.
Tradisi yang sudah mendarah daging ini juga akan membuat sebagian perantau memilih menyempatkan diri pulang ke rumah orangtuanya untuk merayakan meugang bersama. Makanya, di Aceh, secara tidak tertulis bahwa hari meugang sejatinya adalah hari libur nasional. Termasuk saya yang juga seorang perantau dari Medan, meskipun hanya libur sebentar tapi saya tidak siasiakan kesepatan ini untuk bisa meugang bersama keluarga tercinta.
Posting Komentar